PERUBAHAN
PARADIGMA PENDIDIKAN
1. From teacher-centered to
student-centered
Pada pembelajaran tradisional
berpusat pada guru atau disebut dengan Teacher Centered. Di sini proses
pembelajaran tergantung pada guru. Guru bertugas mengajar dan memberi
pengetahuan kepada para siswa, sedangkan siswa hanya mendengarkan saja. Jadi di
sini, siswa bersifat pasif karena yang penting bagi siswa adalah mendengarkan
apa yang dijelaskan oleh guru.
Siswa dianggap tidak memiliki pengetahuan lain selain yang diajarkan oleh guru. Jadi guru di sini terkadang dianggap yang “paling pintar” dan menganggap siswa-siswanya ini tidak tahu apa-apa bila tidak mendapatkan pelajaran dari gurunya. Siswa kurang dapat berekspresi karena semua informasi yang diperoleh harus dari guru. Tidak ada dorongan untuk membuat para siswanya untuk berpikir kritis untuk menemukan pemecahan masalahnya sendiri dan siswa harus menurut pada apa yang diajarkan oleh gurunya tanpa memikirkan bahwa mungkin saja apa yang diterangkan oleh gurunya itu belum tentu benar.
Siswa dianggap tidak memiliki pengetahuan lain selain yang diajarkan oleh guru. Jadi guru di sini terkadang dianggap yang “paling pintar” dan menganggap siswa-siswanya ini tidak tahu apa-apa bila tidak mendapatkan pelajaran dari gurunya. Siswa kurang dapat berekspresi karena semua informasi yang diperoleh harus dari guru. Tidak ada dorongan untuk membuat para siswanya untuk berpikir kritis untuk menemukan pemecahan masalahnya sendiri dan siswa harus menurut pada apa yang diajarkan oleh gurunya tanpa memikirkan bahwa mungkin saja apa yang diterangkan oleh gurunya itu belum tentu benar.
Realitanya
yang terjadi dan dialami oleh penulis sendiri adalah bahwa ada kalanya seorang
guru mengajar sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki. Terkadang ada saat-saat
di mana seorang guru mungkin saja berlaku salah. Permasalahannya, bila
didasarkan pada pusat pembelajaran adalah pada guru, guru terkadang berpikir
bahwa ialah yang paling benar dan siswa-siswanya dianggap benar bila memiliki
pemikiran yang sama dengan pemikiran guru tersebut. Guru yang masih berpikiran
klasik ini, maka dia akan sulit untuk menerima berbagai bentuk protes maupun
kritikan yang datang dari para siswanya. Sehingga hal ini tentunya menjadi
masalah bagi siswa-siswa yang kritis dan memiliki kemampuan berpikir tinggi.
Berbeda
dengan pembelajaran tradisional, pembelajaran modern berpusatkan pada siswa.
Hal ini siswa berfungsi sebagai subjek dalam pembelajaran dan guru hanya
merupakan fasilitator yang membimbing dan mengarahkan para siswanya agar dapat
menemukan pemecahan terhadap suatu permasalahan dalam proses pembelajaran.
Namun, di sini bukan berarti guru hanya pasif dan tak melakukan apapun. Di sini
justru tugas seorang guru lebih berat. Mengapa? Mungkin saja bagi guru yang
kurang mengerti pada kedudukan dan posisinya dalam sistem pendidikan, mereka pikir
bila pembelajaran berpusat pada siswa, mereka hanya duduk diam saja, tanpa
mengajar, hanya memberi soal-soal saja tanpa memberi pemecahannya. Tidak
seperti ini. Menurut penulis yang namanya guru dalam pembelajaran modern ini
adalah memiliki tugas yang berat. Karena guru di sini harus bisa mengarahkan
dan membimbing siswanya untuk dapat berpikir kritis dalam menemukan pemecahan
permasalahan dalam proses pembelajaran. Dan permasalahannya, membimbing dan
mengarahkan adalah merupakan hal yang tidak mudah. Seorang guru harus memiliki
pendekatan terhadap para siswanya agar siswanya tersebut dapat belajar secara
mandiri sehingga tidak tergantung dari gurunya saja. Guru juga harus dapat
membantu siswanya yang kesulitan dalam memecahkan permasalahn yang mereka hadapi.
Dan di sini guru juga harus memiliki modal pengetahuan dan kecakapan yang lebih
daripada siswanya karena bisa saja siswa-siswanya ini akan selangkah lebih maju
dari guru itu sendiri, sehingga guru juga harus berusaha untuk belajar terus
dan terus untuk mengimbangi perkembangan dari siswanya tersebut. Jadi di sini
maksud dari siswa sebagai pusat pembelajaran adalah siswa merupakan subjek
pendidikan di mana siswa dituntut untuk tidak tergantung dari gurunya. Harus
mandiri karena di sini yang harus belajar adalah siswanya. Guru hanya memberi
informasi dan pengetahuan secukupnya dan siswa diminta untuk dapat
mengembangkan pengetahuan tersebut secara mandiri namun tidak melenceng dari
dasar pembelajrannya tersebut.
2.
From Single Sense to
Multisensory sense
Pembelajaran
tradisional adalah menerapkan single-sense learning dimana belajar dengan
menggunakan satu dari kelima inderanya, artinya kelima indra tidak digunakan
sepenuhnya. Misalnya seorang guru memberitahu mengenai model komputer di kelas
tanpa memperlihatkan wujud asli yang sebenarnya sehingga siswa akan cenderung
melupakan penjelasan dari gurunya. Jika seorang
siswa belajar tidak menggunakan seluruh
indera (multi sensory), maka dia tidak menggunakan seluruh potensi
otaknya. Menurut Confusius,
450 SM “Saya dengar dan saya lupa”, “Saya lihat dan saya ingat” dan “Saya
lakukan dan saya paham”.
Pembelajaran moderen misalnya
“Seorang guru memberitahu trainee mengenai satu tipe
baru sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka
menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka
untuk melupakannya”
Di sekolah dasar akan menciptakan
lingkungan yang lebih multi sensori yang dapat dilakukan dengan kegiatan
seperti menambahkan poster di dalam kelas, memberikan aroma yang segar agar
menimbulkan semangat dalam belajar, dan melakukan aktivitas-aktivitas yang
menyenangkan dan relevan. Guru juga dapat meningkatkan interkasi sosial dan
kerja kelompok peserta didiknya agar mereka mampu meningkatkan kerja sama dan
mampu meningkatkan kinerja beberapa alat indera, karena dengan kerja kelompok
maka mereka akan melibatkan beberapa alat indera di dalamnya seoerti, berbicara
menggunakan mulut, mendengarkan menggunakan indera pendengaran, melihat
menguunakan indera penglihatan, dan mungkin juga melibatkan indera perabaan.
Berpindah ke lokasi yang baru sesering mungkin (melakukan kunjungan lapangan,
Selain belajar di dalam kelas, guru juga bisa mengajak peserta didiknya unutuk
belajar di luar kelas, jika perlu suatu saat dlakukan pergantian guru yang
mengajar agar tidak timbul kebosanan). Dalam kegiatan pembelajaran
kesehariannya perlu diadakan modivikasi lingkungan belajar, seperti mengganti
posisi tempat duduk, mengganti pajangan, dan memberikan papan pengumuman yang
up to date. Doronglah para siswa untuk mengeksplorasi ide-ide baru dan
mengekspresikan diri mereka secara kreatif. Ajarilah ketrampilan-ketrampilan
penting seoerti logika, pengategorisasian, berhitung, mewarnai, belajar banyak
bahasa, berdebat, dan berpikir kritis. Sediakan umpan balik yang positif dan
berikan penguatan pada setiap keberhasilan siswa. Kurangilah bentuk hukuman dan
ancaman. Yang paling penting adalah berikanlah pilihan kepada peserta didik
agar memilih gaya pembelajaran yang yang mereka sukai agar pembelajaran dapat
bermakna.
Pembelajaran akan lebih kondusif
jika melibatkan beberapa alat indera peserta didik. Indera yang dimiliki
seseorang dapat disamakan sebagai jendela terhadap dunia luar. Indera yang
menangkap informasi melalui proses yang disebut dengan penginderaan (sensasi).
Informasi atau stimulus yang mengenai alat indera akan diteruskan oleh syaraf
sensoris ke otak. Data-data hasil penginderaan dari melihat, mendengar, atau
meraba akan dikembangkan sedemikian rupa sehingga orang tersebut dapat
menyadari dan mengerti dirinya sendiri serta lingkungan yang ada di
sekelilingnya. Setelah orang tersebut mengerti dan paham, kemudian akan
memberikan sebuah respon. Respon tersebut muncul karena adanya perasaan,
kemampuan berpikir, dan pengalaman individu yang berbeda-beda. Dalam proses
pembelajaran terdapat perbedaan pada tipe belajar pada anak. Perbedaan tersebut
menuntut penyesuaian dalam hal materi dan cara penyajian proses belajar, karena
anak yang berbeda tipe belajarnya tidak akan menunjukkan hasil yang optimal
jika dalam belajar diberi penyajian yang hanya menggunakan satu modalitas alat
indera. Kesiapan anak dalam belajar dapat dimaksimalkan oleh perangsangan
berbagai alat indera supaya didapat hasil yang optimal. Dalam hal ini,
penciptaan lingkungan yang lebih multisensori akan berperan untuk mengatasi hal
tersebut.
3.
From
single media to Multimedia
Pada
pembelajaran tradisional, media yang digunakan merupakan single media atau
media tunggal. Menurut penulis yang dimaksud media tunggal di sini adalah media
yang digunakan dalam proses pembelajaran hanya satu alat dan cara saja dan tak
ada variasi. Biasanya dalam pembelajaran tradisional, media yang digunakan
adalah guru itu sendiri. Maksudnya adalah, cepat lambatnya suatu proses
pembelajaran tergantung dari gurunya itu. Guru juga merupakan suatu media
karena guru juga merupakan sumber informasi bagi para muridnya, dan pada
pembelajaran tradisional ini, semua informasi pengetahuan yang didapat siswa
tergantung dari guru itu. Biasanya dalam pembelajaran tradisional, guru hanya
menyampaikan materi secara monoton saja, sehingga pemikiran siswanya pun tidak
berkembang. Biasanya menurut pengalaman yang penulis tulis yang dilakukan guru
hanyalah menulis di papan tulis dan para siswanya menyalin ke dalam buku
catatan. Apa yang diterangkan oleh guru hanya tergantung pada beberapa buku
teks yang dianggap relevan. Sehingga buku yang menjadi pegangan para murid
harus sama dengan buku pegangan yang dibawa oleh guru. Karena bila buku yang
menjadi pegangan berbeda, bisa terjadi perbedaan informasi yang didapat karena
banyak sekali isi dari buku satu dengan lainnya berbeda sehingga terkadang akan
membingungkan siswanya. Sehingga di sini guru yang memutuskan. Atau mungkin
yang lebih parah, guru hanya menerangkan kepada siswanya hanya menurut yang ada
pada buku tanpa ada tambahan sehingga sebenarnya, tanpa guru menerangkan, siswa
dapat membaca dan menggali pengetahuan itu sendiri dari buku.
Sedangkan
pada pembelajaran modern, media yang digunakan adalah multimedia. Tidak hanya
berkutat pada satu media tetapi juga pada beberapa media lain yang dapat
mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Pada zaman multimedia kini, siswa
tidak hanya tergantung pada guru saja. Ada banyak media yang bisa siswa gunakan
untuk menunjang proses pembelajarannya. Selain buku yang menjadi pegangan
kebanyakan dari guru, siswa juga dapat mengakses informasi dan pengetahuan dari
buku-buku lain, juga dari televisi dan sekarang ini yang lebih sering digunakan
adalah mengakses informasi melalui internet. Di sana terdapat banyak
pengetahuan yang mungkin belum pernah diajarkan oleh guru. Selain itu di dalam
kelas juga, guru tidak hanya dapat menyampaikan materi secara lisan maupun
tertulis saja. Namun, penyampaian pengetahuan yang akan mempengaruhi kecepatan
siswa dalam memahami pengetahuan yang disampaikan dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Zaman sekarang sudah ada laptop dan LCD proyektor serta berbagai
software yang dapat digunakan untuk memperjelas dan membantu guru agar dapat
menyampaikan materi secara detail. Oleh karena itu, menjadi guru haruslah
senantiasa belajar untuk mengimbangi dengan perkembangan zaman karena zaman
semakin maju dan pemikiran manusia juga semakin maju.
4.
From isolated work to collaborative
work
Pada
pembelajaran tradisonal menggunakan cara isolated work. Jadi di sini menurut
penulis yang dimaksud dengan isolated work adalah di mana cara para siswa dalam
belajar adalah dengan belajar sendiri-sendiri atau bersifat individual.
Sehingga tak ada tukar informasi antara mereka. Para siswa belajar secara
individual sehingga mereka hanya bergantung pada kemampuan mereka
masing-masing. Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi akan egois dan
menggunakan kemampunnya sendiri untuk kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan
temannya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan yang kurang akan kesulitan.
Dalam hal ini, guru tidak memiliki usaha untuk memberi pekerjaan yang sifatnya
kelompok karena penilaian kelompok mungkin dirasa kurang adil. Sehingga tugas
yang diberikan oleh guru adalah tugas yang sifatnya adalah individual. Para
siswa dituntut untuk memecahkan permasalahannya secara mandiri tanpa adanya
kerja sama. Penulis berfikir cara seperti ini mungkin akan menguntungkan siswa
yang memiliki kemampuan yang tinggi karena di sini kemampuan setiap siswa dapat
dibedakan dengan mudah menurut hasil yang mereka peroleh. Namun, bagi siswa
yang memiliki kemampuan tinggi ini, juga ada kerugiannya. Karena mereka hanya
mengandalkan kemampunnya sendiri tapa ada masukan lain sehingga apa yang mereka
peroleh terkadang sedikit kurang memuaskan karena terkadang, dalam memecahkan
masalah kita juga membutuhkan pertimbangan yang bersumber dari luar diri kita.
Begitu pula dengan siswa yang kemampuannya kurang. Tidak mudah untuk memecahkan
masalah sendiri tanpa bantuan orang lain.
Perubahan
yang terjadi pada pembelajaran modern adalah mengutamakan kerjasama. Ada
beberapa model pembelajaran koperatif yang dapat guru terapkan untuk
melaksanakan cara belajar dengan collaborative work ini. Collaborative work
adalah suatu pembelajaran di mana siswanya dituntuk untuk memecahkan suatu
permasalahan dengan cara kerja sama (kolaborasi). Hal paling mudah yang dapat
guru terapkan dalam kelas adalah diskusi. Jadi di sini siswa dibagi menjadi
grup atau minimal satu kelompok dua orang. Lalu mereka diberi sebuah
permasalahn dan pemecahannya harus dikerjakan secara kelompok. Cara belajar ini
cukup efektif bila setiap anggota kelompok dapat menymbangkan atau beraspirasi
dalam memecahkan masalah. Namun, hal ini tidak akan efektif bila hanya beberapa
anak saja yang memiliki andil. Terkadang dalam satu kelompok ada beberapa anak
yang tak mau berdiskusi dan hanya mengandalkan pada satu orang saja untuk
memecahkan masalah. Sehingga akhirnya yang terjadi juga pemecahan masalah dari
satu orang dan akhirnya kembali ke individualisme bukan kerja sama lagi. Tampak
dari luar memang seperti kerja sama, namun kenyataannya hanya beberapa bahkan
hanya satu anak yang memiliki peran. Parahnya lagi bila ada dalam anggota suatu
kelompok dan yang paling dominan adalah siswa yang egois. Maka, hasilnya malah
jadi pemaksaan. Jadi di sini guru harus pintar ddan terampil dalam mengawasi
siswa-siswanya dalam melakukan kegiatan pembelajaran kooperatif maupun diskusi.
Agar apa yang mereka peroleh dari hasil belajar mereka adalah benar-benar dari
hasil mereka bertukar pikiran. Bukan hanya dari satu atau beberapa siswa saja.
Di sini juga dituntut agar siswa yang biasanya kurang pede dan minder serta
pendiam dapat mengemukakan pendapatnya dalam forum kerja sama.
5.
From information delivery
to information
exchange
Pada
pembelajaran tradisional, salah satu sifatnya adalah information delivery yaitu
penyampaian informasi dari salah satu pihak. Di sini pihak yang dimaksud adalah
guru. Jadi dalam pembelajaran tradisional, informasi hanya bersumber dari guru.
Guru menyampaikan informasi tentang pembelajaran kepada siswa dan siswa
menerimanya. Jadi di sini, siswa hanya pasif dan guru yang aktif. Siswa tidak
memiliki kesempatan untuk menyampaikan ide yang berupa informasi karena dalam
pembelajaran tradisional, informasi ini mutlak dari guru. Dari penjelasan
tersebut dapat kita ketahui bahwa informasi yang hanya berasal dari guru saja
akan memiliki kelemahan. Hal ini disebabkan karena belum tentu informasi yang
disampaikan oleh guru selalu benar. Ada kalanya guru yang juga seorang manusia
akan melakukan suatu kesalahan yang tak dapat dihindari. Akibatnya, siswa yang
menerima informasi akan menjadi salah dalam meneriman kebenaran informasi yang
ia dapatkan. Dan, adanya perbedaan informasi yang siswa temukan tentunya akan
menyebabkan kebingungan dan ambigu di kalangan para siswa.
Pada
pembelajaran modern, sifatnya adalah information exchange atau dalam istilah
bahasa Indonesia adalah pertukaran informasi. Berbeda dengan pembelajaran
tradisional di mana informasi berasal dari guru saja. Dalam pembelajaran modern
terjadi pertukaran informasi antara guru dan siswa. Jadi, informasi tidak hanya
berasal dari guru saja. Dalam hal ini, guru di dalam belajar mengajar akan
memberi informasi mengenai suatu materi pelajaran yang dipelajari kepada para
siswa. Dalam kesempatan ini, siswa boleh saja menyampaikan kritik atau saran,
bahkan mungkin informasi yang terbaru mengenai materi tersebut kepada sang
guru, sehingga guru juga bertambah pengetahuannya. Dalam era global ini,
sangatlah mudah bagi kita dalam mengakses ilmu pengetahuan yang ada. Bisa kita
mengakses berbagai ilmu yang relevan dari internet. Atau mungkin, kita dapat
bertukar informasi dengan teman dunia maya kita, sehingga pengetahuan yang kita
peroleh akan berkembang. Guru pun juga harus demikian, sebagai guru yang
berkembang, harus dapat menyesuaikan dengan zaman. Kita sebagai guru janganlah
suka menang sendiri. Karena menurut pengalaman ada beberapa guru yang tak mau
dikritik dan berpegang teguh bahwa dirinyalah yang benar. Guru juga harus
selalu mencari informasi tentang berbagai pengetahuan terkini untuk menambah
wawasannya, agar tak kalah dengan siswanya yang tentunya sudah memanfaatkan
berbagai fasilitas yang sudaj modern dan berteknologi tinggi. Selain itu, guru
juga harus mau bertukar informasi dengan para siswanya, menelaah berbagai
pengetahuan yang masih dipertanyakan kebenarannya. Hal ini juga sangat
bermanfaat bagi perkembangan mental siswa. Mendidik siswa untuk mau belajar
mandiri, namun tetap dalam pengawasan guru.
6.
From passive learning to
active/inquiry learning
Pada pembelajaran tradisional proses pembelajarannya lebih
sering diartikan sebagai pengajar menjelaskan materi dan siswa mendengarkan
secara pasif. Sehingga siswa tidak dapat melihat adanya potensi belajar,
mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar dan
membiarkan segalanya terjadi serta menarik diri dari kehidupan.
Pada
pembelajaran moderen yaitu secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap
situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan
partisipatif dalam setiap kegiatan. Prinsip belajar yang moderen adalah
siswa harus sebagai subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan sehingga
kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati
dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja
individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpikul rasa
tanggung jawab dan disiplin diri.
Di samping karakteristik tersebut di atas,
secara umum suatu proses pembelajaran aktif memungkinkan diperolehnya beberapa
hal. Pertama, interaksi yang timbul selama proses pembelajaran akan menimbulkan
positive interdependence dimana konsolidasi pengetahuan yang dipelajari hanya
dapat diperoleh secara bersama-sama melalui eksplorasi aktif dalam belajar.
Kedua, setiap individu harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan
pengajar harus dapat mendapatkan penilaian untuk setiap siswa sehingga terdapat
individual accountability. Ketiga, proses pembelajaran aktif ini agar dapat
berjalan dengan efektif diperlukan tingkat kerjasama yang tinggi sehingga akan
memupuk social skills.
Dengan demikian kualitas pembelajaran dapat
ditingkatkan sehingga penguasaan materi juga meningkat. Suatu studi yang
dilakukan Thomas (1972) menunjukkan bahwa setelah 10 menit belajar, siswa cenderung akan
kehilangan konsentrasinya untuk mendengar kuliah yang
diberikan oleh guru secara pasif. Hal ini tentu saja akan makin
membuat pembelajaran tidak efektif jika kuliah terus dilanjutkan tanpa
upaya-upaya untuk memperbaikinya. Dengan menggunakan cara-cara pembelajaran
aktif hal tersebut dapat dihindari. Pemindahan peran pada siswa untuk aktif belajar
dapat mengurangi kebosanan ini bahkan bisa menimbulkan minat belajar yang besar
pada siswa. Pada akhirnya hal ini akan membuat proses
pembelajaran mencapai learning outcomes yang diinginkan.
7.
From
factual thinking to critical thinking
Pembelajaran tradisional, Pada umumnya
pembelajaran di sekolah masih terfokus pada guru, dan belum berpusat pada siswa. Peran guru pada
pembelajaran tradisional adalah Menyampaikan fakta-fakta, guru sebagai akhli,
Mengingat fakta-fakta, Akumulasi fakta secara kuantitas Pembelajaran di sekolah lebih bersifat
menghafal atau pengetahuan faktual. Sehingga
kemampuan siswa tidak akan berpikir kritis, berpikir logis, sistematis,
bersifat objektif, jujur dan disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah
yang berguna untuk kehidupan dalam masyarakat termasuk dunia kerja. Mata
pelajaran hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan, untuk dapat melatih siswa
memiliki keterampilan berpikir.
Pembelajaran moderen dimana guru
yang membimbing siswa untuk mampu
menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana.
Peran siswa pada pembelajaran moderen adalah Kolaboratif, kadang-kadang siswa
sebagai ahli, Hubungan antara informasi dan temuan, Transformasi
fakta-fakta.
Guru mendorong siswa untuk
menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi,
justifikasi, dan mempertahankan gagasan atau pemikirannya, sehingga timbullah
pemikiran kritis siswa. Peran utama pendidik sebagai faktor eksternal harus
memberikan rangsangan kepada siswa agar siswa mampu merespon dengan baik serta
meningkatkan perhatian atas apa yang harus dipelajarinya. Guru juga berperan
agar respon yang siswa berikan diarahkan pada prilaku yang guru harapkan.
8.
From knowledge-based
learning to informed decision
Dalam
pembelajaran tradisional, menekankan pemikiran yang sifatnya factual,
knowledge-based learning. Jadi di sini penekanan pada pengetahuan yang kita
pelajari adalah pada fakta di mana pembelajaran ini berdasarkan pada suatu
pengetahuan. Kebanyakan pada pembelajaran tradisional hanya mementingkan aspek
pengetahuan yang bersifat faktual saja yang umumnya sudah ada sebelum kita
lahir, yang sudah dikemukakan oleh ahli-ahli pada zaman dahulu. Kebanyakan
pembelajaran yang dilakukan adalah text book. Begitu pula dengan soal-soal yang
dikeluarkan hanya bersumber dari buku-buku yang memuat suatu pengetahuan
berdasarkan kurikulum lama. Jadi di sini, pembelajaran didasarkan pada
pengetahuan. Hanya pengetahuan saja yang diutamakan. Istilah sekarang adalah
aspek kognitif. Jadi, penilaian pun juga hanya pada pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa saja. Tak peduli bagaimana siswa itu mendapatkan hasil tersebut,
yang penting adalah kenyataan bahwa siswa tersebut dapat mengerjakan soal
sesuai buku. Terkadang siswa hanya menghafal apa yang ada di dalam buku atau
apa yang dicatatkan oleh gurunya. hal ini menyebabkan informasi dan pengetahuan
yang siswa pelajari tidak awet dalam ingatannya karena mereka hanya menghafal
saja tanpa memahami. Padahal yang terpenting dalam pembelajaran adalah kita memahaminya,
sehingga tanpa menghafal pun, siswa tetap ingat akan apa yang dipelajarinya.
Berbeda
dalam pembelajaran modern yang kini sudah mengalami perubahan. Dalam
pembelajarn modern yang diutamakan adalah critical thinking ang informed
decision making. Jadi, dalam pembelajaran modern, yang diutamakan adalah agar
siswanya dapat berpikir secara kritis dan juga belajar untuk membuat suatu
kesimpulan (keputusan) atas informasi atau pengetahuan yang ia peroleh dalam
belajar. Siswa dituntut untuk memahami mengenai suatu pengetahuan, tidak
sekedar menghafal saja. Kemudian, tidak hanya memahami saja, siswa juga harus
dapat menjelaskan mengenai suatu permasalahan dalam pembelajaran yang bersumber
dari ide pikirannya sendiri. Jadi di sini adanya diskusi sangatlah penting
untuk memacu kerja siswa untuk berpikir. Guru dapat memberikan suatu permasalah
kepada siswanya. Kemudian guru dapat meminta siswanya untuk mendiskusikan
masalahn tersebut dan menemukan pemecahannya. Jadi di sini, guru sudah melatih
siswa untuk dapat berpikir kritis. Sehingga siswa tidak hanya bergantung saja
pada buku atau guru, namun dapat menemukan penyelesaian masalahnya sendiri. Hal
ini sangatlah penting untuk perkembangan mental siswanya. Tidak hanya aspek
kognitif saja yang menjadi perhatian, namun sikap juga diperhitungkan dalam
pembelajaran.
9.
From
reactive response to
proactive and planned
response
Pembelajaran tradisional dimana guru
mengajar dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan
siswa resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan
siswa pasif. Dulu siswa belajar secara reaktif
response diamana tidak dapat melihat adanya kesempatan belajar, mengabaikan
kesempatan, membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.
Pembelajaran moderen dimana guru menyajikan persoalan dan mendorong siswa untuk
mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, dengan cara mereka sendiri
untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang
dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan
imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh
suasana fasilitasi. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan
kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon Berpikir reflektif
memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagagsan dan
komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa
merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan
dalam melakukan penyelidikan.
Dalam
kondisi tersebut suasana menjadi kondusif sehingga dalam belajar siswa bisa
mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan
yang lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang
dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau
aturan yang telah dikemas oleh guru, melainkan siswa sendiri yang mengemasnya.
Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya
berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan
bantuan dan arahan sebagai fasilitator dan pembimbing. Kesalahan siswa
merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya ia
sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas
pembelajaran, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang
sifatnya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan.
10. From isolated to authentic
Pembelajaran tradisional, peran guru
hanya memberikan materi di dalam kelas kemudian siswa hanya mendengarkan,
sehingga siswa hanya bisa belajar dalam kelas. Siswa juga tidak mempunyai
pengalaman belajar dalam berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran moderen adalah
melakukan pendekatan otentik. Menurut definisi, "belajar otentik"
berarti pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata dan proyek-proyek dan
yang memungkinkan siswa untuk mengeksplorasi dan membahas masalah-masalah ini
dengan cara yang relevan untuk mereka.
Belajar otentik merupakan pendekatan yang memungkinkan siswa
untuk mengeksplorasi, berdiskusi, dan penuh arti membentuk konsep dan hubungan
dalam konteks yang melibatkan dunia nyata masalah dan proyek-proyek yang
relevan dengan peserta didik . Istilah yang otentik didefinisikan sebagai asli,
benar, dan nyata. Jika belajar adalah otentik, maka siswa harus terlibat dalam
masalah belajar asli yang mendorong kesempatan bagi mereka untuk membuat
koneksi langsung antara material baru yang sedang dipelajari dan pengetahuan
mereka sebelumnya. Jenis pengalaman akan meningkatkan motivasi siswa. Bahkan,
sebuah "tidak adanya keterlibatan yang berarti keturunan rendah di sekolah
dan menghambat belajar. Siswa harus mampu menyadari bahwa prestasi mereka
peregangan luar dinding kelas. Mereka membawa ke pengalaman kelas, pengetahuan,
keyakinan, dan keingintahuan dan belajar otentik menyediakan sarana untuk
menjembatani elemen-elemen dengan kelas belajar. Siswa tidak lagi hanya
mempelajari fakta-fakta hafalan dalam situasi abstrak atau buatan, tetapi
mereka pengalaman dan informasi digunakan dalam cara-cara yang didasarkan pada
realitas. Kekuatan sebenarnya dari pembelajaran otentik adalah kemampuan untuk
secara aktif melibatkan siswa dan menyentuh motivasi intrinsik mereka.
Pembelajaran otentik sangat berbeda dengan metode-metode
pembelajaran yang tradisional. Ciri-ciri pembelajaran otentik:
·
Belajar berpusat pada tugas-tugas
otentik yang menggugah rasa ingin tahu siswa. Tugas otentik berupa pemecahan
masalah nyata yang relevan dengan kehidupan siswa
·
Siswa terlibat dalam kegiatan
menggali dan menyelidiki
·
Belajar bersifat interdisipliner
·
Belajar terkait erat dengan dunia di
luar dinding ruang kelas
·
Siswa mengerjakan tugas rumit yang
melibatkan kecakapan berpikir tingkat tinggi, seperti menganalisis,
mensintesis, merancang, mengolah dan mengevaluasi informasi
·
Siswa menghasilkan produk yang dapat
dibagikan kepada audiens di luar kelas
·
Belajar bersifat aktif dan digerakkan
oleh siswa sendiri, sedangkan guru, orangtua, dan narasumber bersifat membantu
atau mengarahkan
·
Guru menerapkan pemberian topangan
(scaffolding), yaitu memberikan bantuan seperlunya saja dan membiarkan siswa
bekerja secara bebas manakala mereka sanggup melakukannya sendiri
·
Siswa berkesempatan untuk terlibat dalam
wacana dalam masyarakat
·
Siswa bekerja dengan banyak sumber
·
Siswa seringkali bekerja bersama dan mempunyai
kesempatan luas untuk berdiskusi dalam rangka memecahkan masalah.
11. From artificial context to real-world context
Pembelajaran tradisional, peran guru hanya memberikan materi
di dalam kelas, kemudian siswa hanya mendengarkan tanpa praktek yang nyata.
Jadi pembelajaran ini lebih menekankan siswa untuk berfikir menghayal tanpa
mengimplementasikannya diluar kelas.
Pembelajaran moderen, Proses pembelajaran seperti IPA yang
berorientasi life skill harus lebih realistis dalam konteks hidup dan
digunakan sebagai sarana belajar. Proses pembelajaran tidak lagi dilakukan
ssemata-mata di dalam kelas tetapi juga di kancah nyata dan lebih banyak
menggunakan realitas serta hal-hal yang kongkrit. Siswa tidak lagi dianggap
sebagai objek, tetapi ditempatkan sebagai subjek, dimana mereka diberi kewenangan
untuk menentukan subjek, metode, strategi, media, bahkan sampai sumber
belajarnya. Dalam pembelajaran guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan
motivator. Walaupun demikian, sangat dimungkinkan para guru dilapangan memiliki
pola lain, karena itu sekolah dan guru harus berinovasi dalam upaya
mengembangkan pola pembelajaran yang sesuai dengan kondisi setempat.
0 komentar: